Langsung ke konten utama

Jangan Percaya Pada Cermin Di Rumahmu (Oleh : Thufail Al Ghifari)

Hari itu gerimis basahi bumi Jakarta. Heni termenung sunyi, pupus sudah rasanya harapannya. Sejak tiga hari yang lalu dia terlilit kecewa. Yudhi kakak kelas di sekolahnya ternyata lebih memilih Rina untuk di jadikan kekasihnya.


Hatinya bagai tersambar petir dan tak ada yang mampu menahan duka yang kian menumpukan ara dalam hatinya yang terasa makin rapuh. Semangat hidupnya luntur, wajahnya bagai tercoreng dalam rasa malu yang begitu dalam. Yudhi adalah primadona sekolah. Wajah yang begitu putih dan halus, tinggi dan sering di bicarakan hampir seluruh gadis di sekolah. Dan begitulah kisahnya suatu ketika Heni memercayakan ukuran cintanya kepada cermin di rumahnya. Ia berharap bisa selaras dengan ukuran cermin di rumah Yudhi sang idola kasat mata jiwanya yang terlanjur terjebak dalam angan – angan perasaan jiwa dari sudut pelataran harapan yang sebenarnya belum pasti.


Dari mata turun ke hati, dari situlah cinta biasanya mulai menghadirkan spektrum perasaan dan getaran dalam hati dan urat nadi kita, bersinergi dalam saraf – saraf otak. Mata kita!..itulah permasalahan awalnya. Di sinilah letak rekayasa kegundahan itu tercipta dengan atau tanpa kesadaran. Seringkali mata telah membuat kita melihat sesuatu yang sebenarnya tidak perlu kita lihat. Hingga akhirnya ia mampu menyakinkan kita untuk memilih dari tuntunan keterbatasan kita sebagai manusia. Lalu setelah itu kita biarkan ia mendikte kita untuk lebih percaya kepada cermin daripada kepada hati nurani kita sendiri.

Lupakanlah Heni, Yudhi atau Rina..karena hari ini ada begitu banyak parasit perasaan telah sesatkan cinta menuju gundah tak berkesudahan. Hanya karena mata telah membiarkan perasaan kita untuk lebih percaya kepada cermin dalam mendefinisikan ukuran awal sebelum kita membaca sebuah teka – teki yang kita sebut cinta.

Tapi cinta yang seperti apakah yang bisa dijelaskan oleh sebuah cermin. Apa yang kau harapkan dari gambaran sebuah cermin yang tidak akan pernah mampu mendewasakanmu. Cermin tidak akan pernah mampu membelamu dan menghiburmu apalagi menghapus air matamu kala ia menetes basahi polos pipimu, yang mungkin pipi itu sempat menjadi saksi pengorbanan cinta dan perasaan setia akan indahnya harapan hidupmu atau menyimpan sejarah ketika patahan cinta pernah berkabung dalam sebuah episode penantian cinta yang tak kunjung menyapa. Karena cermin terlalu lugu untuk memahami dunia, begitulah berikutnya ia sering terkesan menipu.

Ya…ia memang terkesan menipu atau memang ia justru sering tertipu. Karena cermin hanyalah teman sejati dari mata yang telanjang. Mata yang hanya mampu menilai keindahan dari sampul – sampul luar sebuah pakaian kepribadian. Dan sampul hanyalah sebuah kosmetika marketing yang tidak semuanya dibangun karena kualitas harga jual sebuah nilai kelas tinggi. Maka begitulah cermin memang tidak akan pernah mampu menjelaskan kepadamu tentang apa yang terbaik bagi hidupmu. Karena cermin memang bukan sahabat dari nurani, karena cara ia memandang memang berbeda.

Disitulah kita sepatutnya harus mulai belajar, untuk tidak pernah mencurahkan semua perasaan gelisah dan gejolak hati kita pada cermin di rumah. Jangan pernah menggantungkan harapan cintamu pada paras dari lukisan yang diberikan oleh kasat matamu. Karena ia hanyalah bayangan semu dan terlalu lemah untuk mengalahkan waktu dan susunan alam yang pasti akan memuai keriput – keriput juga kepalsuan. Karena cermin tidak pernah sempurna menyimpan kepercayaan kita. Karena cermin juga bisa pecah dan hancur berkeping – keping ditelan getaran zaman.

Walau memang getaran itu adalah sesuatu yang menjadi fitrah bagi setiap manusia. Yang ujungnya dimulai dari kedewasaan hati dalam mengakomodir arah mata. Agar ruas harga dirinya terjaga dan tidak terjatuh dalam fatamorgana dan mimpi – mimpi yang membutakan kita pada kenyataan. Sekelebat ia lewat. dan sedikit saja celah kita biarkan ia menghantui ruang – ruang kosong dalam hati kita. Maka sejak itu perangkapnya akan merubah fitrah menjadi nestapa dan penyesalan. Maka sejak saat itu cermin tidak akan pernah mampu menjelaskan kepada kita tentang nurani dan iblis yang berkecamuk di dalam jiwa kita yang penuh dengan keterbatasan.

Sembunyikanlah gundahmu, lukamu atau kisah yang mungkin pernah membuat engkau menyimpan foto – foto dan kisah – kisah kemesraan itu, mengoleksi sejarah dan mengkhawatirkan keberadaannya dibalik setiap lapisan waktu yang tak pernah berhenti berdetak. Lalu setelah itu akalmu-pun akan ikut mati dalam jarak simetri di antara ruang – ruang duka dan suka. Kau coba merubah semua kedalam pilihan yang kedua. Untuk membangun setetes harapan dan mimpi akan kebahagiaan. Walau kau coba berkali – kali memastikan tanda tanya. Mencari jawaban yang sebenarnya kau sudah mengetahui jawabannya. Namun mau berapa lagi kita biarkan diri kita tertipu, ketika setiap haluan definisi kegundahan itu harus berakhir dari nasehat bisu cermin di rumahmu. Lalu kita biarkan diri kita terseret ke dalam harapan dari oasis di antara sahara hidup yang membuatmu seakan melihat kesegaran dan nafas yang penuh kenyamanan.

Ingatlah, cinta sejati selalu dijaga bersama sang ksatria waktu dalam medan perang yang penuh kesabaran dan pengertian panjang. Yang keseluruhannya menimbulkan energi pembelajaran untuk menjadi lebih baik dengan kedewasaan. Dan itulah hal yang tidak mampu di jelaskan oleh cermin di rumahmu. Ia hanya mampu membisu. Ketika engkau bertanya. Ia hanya berdiam diri mengikuti bahasa bibirmu. Mengikuti aura dirimu menemani senyum atau airmatamu. Ia tidak mampu jujur kepadamu tentang hal – hal lain yang perlu dikuatkan dalam dirimu.

Ia tidak berani mengingatkanmu atas kelemahan dan kesalahanmu, karena ia takut pecah dan hancur karena ketidaksiapanmu mensyukuri keberadaanmu yang sebenarnya. Suatu ketika ia akan selalu membiarkan kebohongan menemani rekayasa batin yang tidak mampu keluar dari setiap keterbatasan diri. Karena cermin hanya mampu menunjukan jerawat di salah satu sisi wajahmu, atau sekumpulan panu yang tersembunyi dibalik penutup auratmu tanpa mau bicara bagaimana cara mengobatinya. Karena cermin tidak akan pernah mampu menuntunmu keluar dari setiap masalah hidupmu, karena memang ia sendiri tidak mampu mengenali dirinya sendiri.

Ia memang mampu menciptakan bara yang menerangi dimensi kesunyian hatimu dengan nostalgia Cinderella. Ia bagaikan lilin dalam gelap harapanmu, meneranginya sejenak sambil membakar dirinya sendiri. Hingga tak ada lagi harapan yang tersisa selain puing – puing sesal setelah tepian waktumu habis bersama gelisah. Begitulah jamuan awalnya dimulai dengan tipu daya, praduga yang menitipkan asa pada sketsa wajah yang menghayutkan rasa sadar kita pada level dimana nalar terlanjur terjebak dalam samudera hati yang penuh dengan buaian semu syair – syair cinta yang episodenya dimulai dari hasrat kedagingan.

Sahabatku…apa yang kau harapkan dari besi yang pasti akan tenggelam bersama karat lalu keropos tanpa identitas dan tak pernah mampu meninggalkan mutiara bagi pilar – pilar sejarah hidupmu. Begitulah cermin di rumah hanya mampu menunjukan kepadamu refleksi keistimewaan dari plagiat ruang bisu yang takkan pernah mampu bersandung abadi bersama waktu, dan takkan pernah mampu bertahan menembus zaman yang sarat dengan kesah dan peluh.

Nurani tidak melihat sampul luar terlebih dahulu, sedangkan cermin selalu dimulai dari sana, dari pelataran yang jauh dari kerendahan hati. Tapi untuk hati yang bersinar dalam kejujuran nurani, maka ia selalu bersemi dalam keikhlasan hidup yang bermuara dari samudera paradigma yang jauh lebih berharga dari harga sebuah sampul yang paling mahal didunia ini. Jangan!...jangan sekali lagi engkau percayakan cinta kepada apa yang di katakan cermin di rumahmu.

**Dari Salah Satu Buku Terbaru Thufail Al Ghifari(tulisan ini tidak melewati proses edit)



Komentar

Posting Komentar

7 Hari Banyak Dilihat

The Watchman

Dan terjagalah para penjaga malam..  Siap siaga di sudut sunyi..  Terjagalah para penjaga malam.. Bermunajat di gelap sepi.. Jauh dari keramaian..  Berharap ampunan dan lafalkan permintaan.. Image by :  Imanuel Thallinger

Nazarku, Tunai!

Google Adsense Luminate Pokoknya berapa pun nanti uang pertama hasil dari belajar Internet Marketing harus disedekahkan, titik! Yaa, kata-kata itulah yang pernah saya ucapkan... dan Alhamdulillah sekarang sudah terlaksana :) Bagaimana ceritanya? Mau tahu? Tidak? Bodo Amat!.. Ah tetap akan saya tulis :D Permulaan.. Saya mengenal Internet Marketing (selanjutnya saya sebut IM) bermula dari hobi ngeblog, blog walking sana-sini, nulis apa saja di blog pribadi ini. Kebetulan dulu banyak waktu luang karena basicnya operator War-Net, otomatis banyak mengembara di Belantara Google, sekarang juga masih sih :D.. Selanjutnya.. Setelah tahu apa itu IM, untuk lebih fokus saya putuskan Sign Out jadi operator War-Net, beli Netbook + Modem dan mulai 'bertapa'.. :3 kebetulan di rumah buka Konter Pulsa dari sebelum kerja di War-Net, sebenarnya saya jadi operator itu ada tujuannya supaya tahu apa itu komputer dan tahu apa itu Internet (Maklum GAPTEK :D). Jadi soal keuangan

Believe II

Skenario manipulasi melesat.. Dan kini terlihat engkau tersesat.. Lantas bagaimana? Antah berantah semak belukar kebenaran terpendam.. Terbalut debu dan terjaga dalam dekapan biarawan malam.. Engkau harus mendekat membuka mata dan pikiran.. Dan kembali menggigit dengan geraham dua warisan.. Menyetor kekurangan dan penuhi hati dengan cahaya.. Niscaya engkau bisa melihat.. Melihat isi dari segala manipulasi agenda rahasia.. Agenda rahasia yang tidak lagi menjadi rahasia.. Ketika hati percaya kepada janji lama dan pikiran merdeka! Eastearth. Image by :  Callum Baker

The Hearts

Letakkan dunia di telapak tanganmu, jangan taruh ia di dalam hatimu.. Lalu, apakah yang harus ditaruh di dalam hatimu dan hatiku? _________________ Image by  Christos Kaouranis

Niat

Tuan, Engkau yang paling tahu.. Tentang puja - puji, ciptaan-Mu paling rentan tertipu, cenderung untuk itu.. Ridha Tuan, harusnya selalu. Tapi niat bisa terbolak - balik, terbisik oleh si penipu.. Maka, Tuan. Tetapkan hati hamba, untuk selalu, selalu berpihak kepada-Mu.  

Ikuti Kata Hatimu

Sebentar, hati yang bagaimana dulu? Idiom 'ikuti kata hati' hanya berlaku untuk hati yang bersih, bebas dari belenggu. Baru bisa menilai dengan jernih segala sesuatu. Dan, seharusnya hari ini dan seterusnya sudah begitu. Ikuti kata hatimu. Selamat datang wahai hati - hati yang baru. Eid Mubarak!

Di Balik Konspirasi

Memohon perlindungan dari fitnah darinya.. Di setiap akhir sujud sembah.. Tapi bagaimana? Paranoid, asing, aneh, kuno bla bla bla.. Alergi, phobia bla bla bla.. Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah s.a.w bersabda: "Sukakah aku ceritakan kepadamu tentang Dajjal, yang belum diberitakan oleh Nabi kepada kaumnya. Sungguh Dajjal itu buta mata sebelahnya dan ia akan datang membawa sesuatu yang menyerupai syurga dan neraka, adapun yang dikatakan syurga, maka itu adalah neraka. Dan aku memperingatkan kalian sebagaimana Nabi Nuh a.s memperingatkan kepada kaumnya."