Entah sudah berapa kali saya menulis tema ini, tapi akan saya coba ulangi lagi. Barangkali bisa memberikan sedikit arti. Saya mengenal kata ini dari tahun dua ribu tiga belas. Kisah Nabi menghabiskan sepuluh hari terakhir Ramadhan dengan berdiam diri di Masjid di tahun itu sukses membuat saya tidak mudik ke kampung halaman di hari - hari menjelang lebaran, dari tahun itu, tahun berikutnya dan tentu saja tahun ini. Kenapa? Pertama, tentu saja ingin mengikuti tuntunan Sang Junjungan. Yang pastinya tidak sempurna. Kedua, waktunya jiwa pulang, mencoba mendekat, berusaha dekat dengan Sang Pemilik Jiwa. Ketiga, cara pandang melihat dunia saya telah sangat berubah dengan mengasingkan diri dari hiruk-pikuk banyaknya aktivitas menjelang lebaran. Bisa kasih contohnya? Wah banyak sekali listnya. Enaknya sih sambil ngobrol menikmati senja. Lah. Yang sederhana, tidak ribet beli baju lebaran, keperluan lebaran dan lain sebagainya. Karena memang sudah disiapkan sebelumnya. Haha. Saya pernah baca ki
entahlah
BalasHapusKebanyakan orang yang dihina itu selalu mengalah
BalasHapusdan ane ingat perkataan temen ane:
"Mengalah itu bukanlah kalah, mengalah itu adalah memberikan 'kesempatan menang' kita kepada si pemenang tersebut. Jadi buat apa dia senang jika kata 'menang' itu dia dapat karena seseorang yang memberikannya"
Menurut ane kata mulia didapat oleh si 'dihina' jika memang dia mengalah karena mengetahui maksud dari kata mengalah tersebut dan tau dimana saat harus melawan.
Shan_shan : Up to you ^^b
BalasHapusMuhammad : Sependapat, walau yang dihina memang pantas dihina..
tapi lebih hina lagi, yang menghina karena tidak bisa menjaga lisan untuk menghina..