No live, tidak hidup, terjemahan bebasnya tidak ada kehidupan, anti sosial dan lain sebagainya.
Lu pernah?
Pernah lah. Gile aja nggak pernah.
Sebelum memvalidasi tujuan, masih haus pengakuan. Saya kira semua orang mengalaminya.
Bedanya saya dipaksa sejak dini saja.
Untungnya.. ( Tuh kan masih untung )
Dalam masa - masa itu, orang tua, terutama Ibu.
Memberikan saya banyak kesempatan bertumbuh.
Apa pun itu..
Beliau yakin bahwa, aku akan menemukan jalan ninjaku!
Mulailah, masa - masa nolep saya membaca berbagai macam buku karya ulama - ulama klasik seperti Al Ghazali dan lainnya, kitab Ihya, cerita nabi cerita sahabat hasil menjarah koleksi paman yang tentu saja terjemahan.
Hasilnya, saya menjadi Sufi dadakan. Haha.
Banyak menulis catatan, yang tidak akan pernah dipublikasikan.
Eh, tapi periode SMS masih jadi andalan sering kirim pesan 'kebaikan' secara massal.
Teman saya yang baca ini, pasti paham.
Terus nggak ceritanya?
Lanjut part dua..
Lah, jadi kek influencer.
Selanjutnya, setelah puas membaca, takut ketemu orang, ya saya turun ke jalan.
Bukan, bukan ikutan jadi demonstran.
Tapi melatih mental dengan cara belajar, jualan, kerja sama orang. Berikut playlistnya..
- Belajar jadi montir motor dan mobil
- Belajar jadi teknisi handphone
- Jualan pulsa aksesoris handphone
- Jualan minuman ringan pinggir jalan
- Asisten penjual nasi goreng
- Operator Warnet
Eh sebentar, kok nggak ada profesi kantoran, atau minimal karyawan pabrik lah.
Ijazahnya tidak memungkinkan bosku, dituntut kenyataan. Hehe.
Dan profesi terakhir itulah yang membuat tulisan ini ada, jadi blogger dan akhirnya digital marketer.
Ini cerita nolepku, mana cerita nolepmu?
Komentar
Posting Komentar