Langsung ke konten utama

Postingan

Point of View

Ketika Anda gagal jadi orang sukses , sebenarnya Anda sudah sukses jadi orang gagal . Ingat, ini cuma soal merubah sudut pandang saja. Kalau merasa sukses, ingat masih ada yang lebih sukses. Kalau merasa gagal, ingat juga masih ada yang lebih gagal. Ingat, lagi - lagi cuma soal merubah sudut pandang saja. Jadi, hiduplah biasa saja, tidak perlu jumawa ataupun merasa paling nelangsa. Terus bergerak , jangan berharap pada negara. Namanya juga, hidup di dunia cuma sementara.. Akhirat selama - lamanya .. Orang kaya mati, orang miskin mati.. Raja - raja mati, orang biasa mati.. Lah, kok malah nyanyi.
Postingan terbaru

Mazhab Jalan Panjang

Q = Kerja dimana Mas? A = Di rumah :D *Nyengir Q = Haha... :D 1 Desember 2012. Kalau dialog diatas diulang di tahun sekarang, mungkin sudah biasa saja. Tidak terlalu aneh, sudah lumrah, sudah banyak yang demikian. Terus kenapa? Hmm, mau cerita aja. Kemarin ketemu temen lama, harapannya ada kolaborasi antara aku dan dirinya dengan peluang apa saja dari yang sudah dibicarakan. *Eeaaaa Terus apa hubungannya? Ya, dihubungkan. Tentang pilihan, bahwa saya lebih suka memilih jenis bisnis yang urusannya panjang. Meski saya kerjakan dari rumah, sebisa mungkin dampaknya bisa kebanyak orang. Seperti petuah dari Guru kita semua, Anda tahu siapa. Tidak selalu tentang uang, tapi tentang kebermanfaatan dari keberadaan. Ya, kalau uangnya banyak saya juga senang lah. Haha.

Old Circle

E : Le, itu temenmu kok tua - tua semua ya. A : Iya Mak, saya jadi yang paling muda.. Haha. E : Nyambung kamu ngobrolnya? A : Disambungin Mak. Begitu respon Ibu saya ketika melihat foto di atas. Di semester kedua, tahun kedua saya belajar membaca Al Qur'an . Teman sekelas saya sedikit berubah. Nah, foto diatas adalah makan - makan penutupan libur semesteran. Biasanya diadakan cukup di kelas. Tapi karena ada seseorang kakek, eh sesebapak yang sepertinya sudah finansial freedom , kami semua diajaknya makan - makan di luar. Alhamdulillah. Saya lihat kartunya warna hitam waktu bayar - bayar dan nggak cuman satu pula. Kerjanya apa ya? Ya ngaji lah, masa kerja wkwkwkw Entah kenapa, semesta menempatkan saya di lingkaran yang kebanyakan umurnya sudah diatas rata - rata. Mulai dari lingkungan tempat tinggal, sampai tempat belajar. Seakan-akan berusaha melengkapi kehidupan saya yang fatherless biar tidak terlalu nelangsa. Belajar bagaimana caranya menghadapi kehidupan dari cerita - cerita m...

Ada Untukmu

A : Say, ikutan acara ini nyok. V : Boleh, tapi kenapa? A : Ketemu mereka... Yang dibalik senyum mereka ada cerita yang tidak diceritakan, tentang tanggung jawab, luka, dan keberanian untuk bertahan. Itu yang saya post sebagai caption di IG dan FB . Tapi beneran? Sebenernya biar ada kegiatan aja sih di hari Sabtu. Biar ada kegiatan yang bermutu. Jadi, sebelumnya nggak gitu? Ya nggak juga lah yu. Tapi kenapa ikutan? Mau ' ngaji ' diri aja bayar. Iya juga sih kenapa ya? Sebagai jama'ah Jum'at yang sering lupa ditanya materi khutbahnya apa. Ngaji dengan vibes nonton konser seperti ini menjadi sesuatu berbeda, minimal materinya diingat di kepala, masuk ke dalam jiwa. Tsah! Sepertinya telah menjadi trend di kalangan orang yang 'ngaji' beberapa tahun kebelakang, khususnya di kota besar. Ya, setiap masa ada caranya. Tiap cara ada masanya. Terus hikmahnya apa? Dah ikutan aja, kali dapat hidayah . Haha.

Aliran Sebelah

Tidak perlu menjadi pusat perhatian, tidak perlu juga menjadi seperti yang kebanyakan. Mainstream - anti-mainstream - side stream . Gaya bet dah lu Ndre. Biarin, biar kek pakar aritmatika , eh bahasa. Wkwkwk Ya, di zaman yang apa - apa sebisa mungkin harus di-posting. Apa - apa soal branding . Termasuk tulisan ini yang berlagak penting. Diam, memang benar sebuah kemewahan. Bukan berarti diam secara harfiah, tetap berproses pastinya. Soal validasi hanya dari yang tahu - tahu saja.      

Paradoks

“Ini soal ambisi. Bukan. Ini soal batasan,”. Bejo , The Raid .   Needing nothing, attracts everything. Ada benarnya, semakin kita tidak membutuhkan apa - apa. Semakin apa - apa itu datang kepada kita. Dia tahu, ini waktunya Aku berikan. Hamba ini sudah lulus ujian. Itu kenapa saya jadi ingat dialog pembuka awal film diatas. Eh, apa - apanya apa? Ya bisa apa saja. Karir, jodoh, impian, harapan, kesuksesan. Tapi ya tentu saja bukan berarti menanti dalam diam. Berambisi tapi melepaskan. Mudah, bukan?

The Abudance

  V : Nanti kita sarapan disana yak ( menunjuk suatu tempat yang agak 'fancy' dan belum ada yang fail rasanya ) A : Siap. Beberapa jam kemudian. V : Eh bang, nggak jadi deh, kita harus hemat . A : Baleni omonganmu? ( Ini nggak ada di script sih ) Dan tentu saja akhirnya kami jadi sarapan kesana. Saya dengan kesadaran penuh memilih hidup yang berkelimpahan. Walaupun awalnya dipaksa keadaan. Lalu sepanjang perjalanan kami membicarakan tentang berkelimpahan aka abundance . Bahwa, Kami yang percaya bahwa semuanya memungkinkan . Kami yang tidak lagi takut kekurangan , karena memang nyatanya selalu dicukupkan . Kami yang yakin semua hal yang diharapkan akan datang sesuai kehendak Sang Pembuat Aturan .

Menunggu

Tidak ada lagi teman dari kata menunggu selain kata sabar. Pun kata sabar adalah kata yang paling sering diulang-ulang dalam perkataan yang usang. Menjemukan bukan? Tapi, bukankah memang sebagian besar hidup isinya itu menunggu? Akan menjadi daftar panjang kalau disebut satu persatu. Mau? Ok, ini hasil diskusi saya dengan ChatGPT tentang menunggu: 🌅 Tentang Diri dan Waktu 1. Proses menjadi versi terbaik dari diri sendiri . 2. Kedewasaan — yang datang perlahan bersama pengalaman. 3. Ketenteraman batin yang tumbuh dari penerimaan. 4. Momen di mana semua latihan, kerja keras, dan sabar akhirnya terasa berbuah. 5. Masa di mana luka lama akhirnya sembuh tanpa terasa. 💞 Tentang Cinta dan Hubungan 6. Seseorang yang mencintaimu dengan tenang, tanpa drama, tanpa topeng. 7. Persahabatan yang terbukti kuat setelah diuji jarak dan waktu. 8. Hubungan yang seimbang — di mana kamu tidak perlu mengejar, hanya tinggal disambut. 9. Waktu yang tepat untuk bertemu orang yang memang satu frekuensi ...

Prioritas Bahagia

  Kemarin nonton video dari salah satu channel YouTube luar yang isinya menanyakan para expatriate kenapa betah tinggal di Indonesia . Yang saya tonton ini sudah tujuh tahun tinggal di Indonesia. Dia enggan balik lagi ke negara asalnya, Italia . Kenapa? Katanya karena menemukan makna hidup di Indonesia. Hampir bunuh diri karena depresi, tapi syukurlah dia kesini dan tidak jadi. Tepatnya? Disini, tepatnya di Bali . Tapi bukan di Canggu , karena itu sama saja seperti kota negara besar lain. Tapi di sudut pelosok Bali yang belum terlalu terkena modernisasi. Bukan pula Jakarta yang sesak dengan hustle culture -nya. Yang semuanya tentang uang, uang dan uang, katanya. Mereka beragama, tapi lupa atau dilupakan oleh sistem yang ada. Apa? Prioritas bahagia, tidak seperti yang dia alami di Italia sana. Kerja, kerja, kerja lalu (mungkin) bahagia dengan yang dihasilkan di masa tua. Disini, orang mengedepankan bahagia diurutan pertama. Uang diurutan sekian. Mengedepankan hubungan dengan orang...

Fatherless

      Di Amerika sana ternyata ada content creator yang fokus buat video mengenai hal - hal apa saja yang biasanya diajarkan seorang ayah ke anaknya. Penontonnya tentu saja rerata anak - anak yang tidak punya figur seorang ayah. Dalam hati, gue banget ini sih bapak, related sekali. Kemana saja selama ini? Hiks. Ah, lebay lu Ndri! Iya, biarin. Sebagai seseorang yang dilahirkan dari orang tua yang bercerai sewaktu usia dua tahunan. Lalu diasuh oleh Ibu, otomatis membuat saya tidak mempunyai sosok ayah, membuat saya tidak tahu rasanya bagaimana jika punya. Untunglah, syukur alhamdulilah Ibu. Memberikan pengetahuan sesosok ayah yang ideal lewat cerita nabi - nabi , orang - orang shaleh. Baik diceritakan langsung ataupun melalui buku. Ya walaupun tidak merasakan langsung, minimal tidak salah figur. Jadi, tulisan ini untuk anakku nanti. Maafkan kalau ayah banyak salah dan tidak begitu mengerti soal bagaimana sebaiknya membesarkanmu, tapi ketahuilah.. Ayah melakukannya dengan s...

Kekasih-Nya

  Awal mula mengenal kata ini, ketika membaca terjemahan Al Qur'an dan kitab terjemah lainnya. Terutama ketika membahas kisah Nabi - nabi di dalamnya. Agak bingung kenapa hubungan antara Nabi dan Tuhan pakai kata kekasih, seperti pasangan yang sedang jatuh cinta. Maklum pemula, bacaan masih sedikit, kosa kata belum banyak, wawasan belum luas. Tapi makin kesini, makin dewasa, makan banyak asam garam dunia, makin mengerti. Jadi paham, kenapa harus pakai kata kekasih. Karena sejatinya, hubungan Tuhan dan Hamba . Bukan karena berharap surga atau takut neraka. Tapi, karena cinta. Dan ridha .  

Artificial Intelligence

Keresahan yang ini sepertinya belum saya bahas. Padahal sudah semakin akrab berinteraksi dari hari ke hari, iya kan? ChatGPT , Microsoft Copilot , Gemini , Meta AI dan lain sebagainya. Banyak pekerjaan yang bisa digantikan olehnya. Apakah masa depan seperti film Terminator , The Matrix ? Eh kejauhan, nggak nyampe, keburu ada meteor ngehantam Bumi dan menimbulkan EMP / medan elektromagnetik energi tinggi yang mengakhiri peradaban yang serba tergantung listrik di Bumi. Sotoy lu Ndri! Nggak percaya ya sudah. Hihi. Tapi tulisan itu bukan tentang itu, tapi tentang apa bisa Artificial Intelligence menggantikan penulis? Bisa, tapi tidak ada 'rasa' khas dari tulisan penulis. Dia bisa menyalin, meniru dan membuat gaya tulisan baru. Tapi tetap 'rasa' dari emosi, resah, gelisah sebuah tulisan asli penulis tidak bisa dibuat baku. Bagaimana menurutmu?