Ini pertanyaan menarik, dan saya sudah selesai dengan diri sendiri sejak umur 20-an. Saya juga sempat 'galau' ketemu orang takut, minder, tidak percaya diri di usia sehabis menyelesaikan pendidikan formal di Madrasah Tsanawiyah. Terus gimana caranya? Mulai dari pertanyaan, kita ini siapa dan mau kemana? Dan saya akhirnya menjalani apa saja yang ada di depan saya saat itu, apa saja. Beneran. Pada suatu titik saya menemukan apa yang saya sukai, lalu tekuni. Karena setiap kita punya kecenderungan, ini sudah ditulis sebelum kita lahir, jauh disana. Dan saya tercerahkan dengan penjelasan 'seseorang' dengan perkataan ini : Kita mau menghadap Tuhan nanti sebagai apa? Presiden? Orang yang mengambil tanggung jawab dalam keluarga ? Orang yang mengurusi urusan orang banyak? Orang biasa saja yang penting tidak merugikan orang lain? Dan lain seterusnya…. Udah, gitu aja. 😌
Kemarin nonton video dari salah satu channel YouTube luar yang isinya menanyakan para expatriate kenapa betah tinggal di Indonesia. Yang saya tonton ini sudah tujuh tahun tinggal di Indonesia. Dia enggan balik lagi ke negara asalnya, Italia. Kenapa? Katanya karena menemukan makna hidup di Indonesia. Hampir bunuh diri karena depresi, tapi syukurlah dia kesini dan tidak jadi. Tepatnya? Disini, tepatnya di Bali. Tapi bukan di Canggu, karena itu sama saja seperti kota negara besar lain. Tapi di sudut pelosok Bali yang belum terlalu terkena modernisasi. Bukan pula Jakarta yang sesak dengan hustle culture-nya. Yang semuanya tentang uang, uang dan uang, katanya. Mereka beragama, tapi lupa atau dilupakan oleh sistem yang ada. Apa? Prioritas bahagia, tidak seperti yang dia alami di Italia sana. Kerja, kerja, kerja lalu (mungkin) bahagia dengan yang dihasilkan di masa tua. Disini, orang mengedepankan bahagia diurutan pertama. Uang diurutan sekian. Mengedepankan hubungan dengan orang - oran...